Hesih Permawati mahasiswi Asal Bangka Tengah, Peserta Konfrensi Nuclir |
Rakyat Bangka - KOBA -- Prestasi bisa membawa orang keliling dunia. Kesempatan itu dirasakan Hesih Permawati mahasiswi asal Bangka Belitung yang merupakan alumni SMA Negeri 1 Koba kabupaten Bangka Tengah yang sedang menimba ilmu di Universitas Sriwijaya, Palembang. Berbekal kemampuan karya tulis ilmiahnya, mahasiswi Pendidikan Fisika Universitas Sriwijaya (Unsri) ini telah menjejakkan kakinya di negeri tirai bambu, China. Sebelumnya, ia juga pernah menjejakkan kakinya di negeri singa putih, Singapura dalam event yang berbeda.
Dialah, Hesih, panggilan akrab Hesih Permawati, bersama rekannya Muhammad Handayani yang berasal dari Sumatera Utara yang juga mahasiswa Universitas Sriwijaya, belum lama ini lolos seleksi karya tulis ilmiah tingkat internasional. Atas prestasinya ini, mereka berkesempatan diundang menjadi presentator dalam konferensi yang diselenggarakan oleh International Youth Nuclear Congress di Hangzhou, China.
Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 24-31 Juli 2016 di New Century Grand Hotel, Hangzhou, China. “Kegiatan yang berlangsung selama lebih kurang satu pekan ini mengangkat tema “Nuclear Powering our Life.” Konferensi ini merupakan agenda rutin yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali oleh International Youth Nuclear Congress, dimana setiap tahunnya diselenggarakan di negara yang berbeda sebagai tuan rumah. Dan untuk tahun 2016 ini, China dipercaya sebagai tuan rumah. Konferensi tahun ini merupakan konferensi ke-9 yang telah sukses diselenggarakan oleh IYNC yang diikuti lebih dari 30 negara dari berbagai negara di dunia” papar Hesih.
Hesih juga memaparkan ia merasa senang berkesempatan berada di forum internasional seperti IYNC ini. Ia tak pernah menyangka jika yang berpartisipasi dalam kegiatan ini selain mahasiswa juga para profesional, bahkan kandidat master, doktor dan juga professor dari berbagai negara di dunia.
“Saya merasa senang bisa berkumpul dengan orang-orang hebat ini. Kesempatan yang luar biasa dapat berbagi ilmu, pengalaman dan yang terpenting mendapatkan networking para senior dan professional dari berbagai negara seperti Jepang, Jerman, China, UK, Kenya, Sri Langka, Itali dan negara-negara lainnya” paparnya.
“Alhamdulillah, kami tak menyangka bahwa kami dari Indonesia adalah peserta termuda dalam konferensi ini. Ini merupakan kesempatan yang luar biasa dapat bertemu para professional di bidang kenukliran. Ya, karena kami pikir pesertanya sebagian besar adalah mahasiswa undergraduate. Tapi ternyata di luar perkiraan kami, yang berpartisipasi sebagian besar adalah para kandidat master, doktor bahkan professor. Kebetulan ada 3 orang lagi dari Indonesia (rekan saya dari Universitas Sriwijaya, satunya lagi teman saya dari Universitas Gadjah Mada dan satunya lagi senior kami yang merupakan perwakilan dari PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) Rusia” jelasnya lagi.
Selain itu juga, Hesih memaparkan ia merasa kagum terhadap budaya apresiasi yang dimiliki oleh bangsa asing. “Selama konferensi ini saya mendapatkan banyak pengalaman berharga, salah satunya tentang apreciation culture atau budaya apresiasi. Meskipun kami adalah peserta termuda,yang mungkin dari konten keilmuan serta kapasitas pengetahuan, kami masih jauh dibandingkan para profesional, kandidat doktor dan professor. Tapi di forum ini, kita benar- benar dihargai dan diberikan ruang untuk berpendapat dan menggali ilmu sebanyak-banyaknya.
Ternyata artikel yang pernah saya baca tentang budaya apresiasi, alhamdulillah dapat saya rasakan dan buktikan sendiri dalam forum internasional seperti ini. Mereka sangat aprreciate dan memberikan kesempatan bagi kita para pemuda. Indonesia sepertinya memang harus banyak belajar dari bangsa asing tentang budaya apresiasi. Penghargaan dan dukungan terhadap karya anak bangsa yang selama ini relatif masih kurang. Ya, karena budaya apresiasi ini secara tidak langsung memberikan dampak yang luar biasa terhadap mental. Dan tentunya mental ini berpengaruh terhadap kepercayaan diri tiap individu. Rasa percaya diri bahwa kita mampu bersaing dengan bangsa lain. Ya jika ingin bangsa ini maju, kita harus miliki budaya apresiasi itu,” papar Hesih dengan antusias.
“Pada kesempatan ini, Hesih juga berharap Indonesia dapat melek terhadap IPTEK Nuklir. Tidak selalu menganggap nuklir sesuatu yang negatif dan membahayakan. Karena, setiap apapun yang diciptakan oleh Allah termasuk Nuklir sendiri, tentunya membawa manfaat bagi kehidupan. Oleh karena itu, kita sudah seharusnya mulai membuka diri terhadap teknologi yang satu ini. Lagian, pemanfaatannya juga dapat digunakan di berbagai bidang kehidupan kok, seperti bidang pangan, pertanian, kesehatan, dsb. Jika kita masih menutup diri terhadap teknologi ini, kita akan jauh tertinggal dari negara-negara maju lainnya,” tuturnya.
“Untuk IYNC 2018, Argentina akan menjadi tuan rumah. Tahun-tahun sebelumnya IYNC ini pernah diselenggarakan di Spanyol (2014), Amerika (2012), Afrika Selatan (2010), Switzerland (2008), Finlandia (2006), Kanada (2004), Korea Selatan (2002) dan Slovakia (2000). Hesih berharap untuk IYNC selanjutnya, akan lebih banyak lagi pemuda-pemudi Indonesia yang berpartisipasi dalam konferensi ini. karena ini merupakan salah satu wadah yang tepat untuk mengembangkan diri, menambah ilmu, pengalaman dan jaringan. Dan dukungan moril serta materil dari berbagai pihak juga harus ada,” jelasnya.