Oleh : Dese Chandra (Alumni HMI Cabang Bandung) |
Indonesia adalah bangsa yang majemuk, bangsa yang di bangun diatas keberagaman, sehingga tidak ada satupun golongan atau kelompok yang boleh mengklaim kepemilikan terhadap bangsa ini. Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau, terdiri dari berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama itulah Indonesia. Beragamnya suku bangsa, budaya, bahasa dan agama itu dipersatukan oleh Pancasila sebagai ideologi Negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia.
Menurut Notonegoro Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia, sehingga dapat diartikan bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi Negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta bagian pertahanan bangsa dan Negara. Artinya ini sudah menjadi kesepakatan bersama (common platform) yang berarti siapapun, kelompok dan golongan apapun wajib menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang terdiri dari lima sila sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila itu mampu mengakomodir seluruh suku, budaya, agama dan ras yang hidup dan tumbuh berkembang di Republik ini. Jangan sampai karena perbedaan kita menjadi anak bangsa yang gampang di adu domba, dikotomi dan dipecah belah satu sama lain yang bisa mengakibatkan terjadinya konflik horizontal antar sesama bangsa Indonesia.
Hidup di era digital seperti sekarang ini yang serba canggih, segala informasi begitu mudah didapatkan. Penggunaan smartphone yang hampir menyentuh seluruh elemen masyarakat, mulai dari orang tua, pemuda maupun anak-anak, membuat masyarakat kita begitu mudah mendapatkan berita ataupun informasi, terutama informasi yang disebarkan melalui media sosial (medsos). Kebiasaan yang terbangun dari masyarakat kita yang begitu mudah mempercayai dan menelan mentah-mentah berita yang disebarkan melalui medsos tersebut tanpa mencerna, memahami dan mencari tahu sumber berita.
Penyebaran informasi yang tidak benar atau seolah-olah dibuat benar adanya (hoax) menjadi salah satu sumber masalah dinegeri ini. Hal-hal seperti iniah yang membuat masyarakat kita menjadi terkotak-kotak (terkotomi) dan bisa menyempitkan pemikiran masyarakat itu sendiri serta merasa kelompoknya lah yang paling benar. Mereka seakan sulit sekali untuk menerima perbedaan dari kelompok lain. Yang lebih memperihatinkan lagi kita begitu mudah terpancing isu-isu sukuisme dan primordialisme pada saat menjelang tahun politik, seperti Pileg, Pilkada maupun Pilpres, sehingga membuat jurang perbedaan itu semakin dalam yang dapat merusak tatanan sosial dinegeri ini, tidak menutup kemungkinan pada akhirnya nanti bisa menyebakan terjadinya Disintegrasi bangsa.
Saatnya kita memberikan pendidikan politik yang mencerahkan dan mencerdaskan bukan malah menjerumuskan serta menyesatkan, demi keberlangsungan hidup bangsa Indonesia. Mari berpikir terbuka menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan sebagai konsekuensi hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Kalau kita menolak perbedaan mungkin kita takkan pernah merasakan indahnya hidup berdampingan dalam keberagaman.
Sebagai bangsa yang pluralisme, perbedaan itu seharusnya menyatukan bukan memisahkan, sudah saatnya kita rawat dan kita jaga perbedaan yang ada seperti kita membuat alunan suara musik yang terdiri dari berbagai macam tangga nada hingga terwujud harmoni serta bisa terdengar enak dan merdu. Bukankah pelangi itu kelihatan indah karena ia berbeda warna,.
Apakah pelangi itu akan terlihat indah kalau hanya ada satu warna saja, apakah musik itu akan terdengar indah dan merdu kalau hanya terdiri dari satu tangga nada saja. Kita jangan sampai lupa bahwa kita hidup dinegara ber Pancasila yang menjujung tinggi nilai-nilai perbedaan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika, seperti yang dicita-citakan para pahlawan ataupun para pendiri bangsa (the founding father) sejak jaman dulu.
Perbedaan itu anugerah, perbedaan itu rahmat jangan pernah kita saling membeda-bedakan. Biarkan perbedaan itu berjalan diatas relnya masing-masing. Bukankah kita diciptakan berbeda-beda, laki-laki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kita saling mengenal, begitu kata Al-Qur’an.